page

page

Jumat, 02 November 2012

KRIMINALITAS


BAB 1
PENDAHULUAN

Sejarah perkembangan manusia dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan banyak masalah sosial dan memerlukan penyesuaian terhadap perubahan sosial. Di satu pihak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memperlihatkan hasil yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia, sedangkan di pihak lain akan melahirkan penyakit sosial seperti timbulnya pengangguran, kesenjangan sosial yang berdampak pada timbulnya suatu kejahatan.
Kejahatan adalah suatu perbuatan secara turun temurun dilakukan oleh manusia dari dahulu sampai dewasa ini. Manusia melakukan perbuatan jahat, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Tingkah laku jahat itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria, dapat pula pada usia anak, dewasa, ataupun lanjut usia.
Kejahatan bisa dilakukan secara sadar yaitu dipikirkan dan diarahkan pada suatu maksud tertentu secara benar, namun juga bisa dilakukan secara tidak sadar. Untuk mempertahankan hidupnya, seseorang terpaksa melakukan suatu kejahatan. Kenyataan dewasa ini, di zaman modern ini, orang melakukan kejahatan dengan berbagai macam cara yang serba modern, baik alat yang digunakan maupun modus operasinya.
Ada empat pendekatan yang pada dewasa ini masih ditempuh dalam menjelaskan latar belakang terjadinya kejahatan, adalah :
1.             Pendekatan biogenik, yaitu suatu pendekatan yang mencoba menjelaskan sebab atau sumber kejahatan berdasarkan faktor-faktor dan proses biologis.
2.             Pendekatan psikogenik, yang menekankan bahwa para pelanggar hukum memberi respons terhadap berbagai macam tekanan psikologis serta masalah-masalah kepribadian yang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan.
3.             Pendekatan sosiogenik, yang menjelaskan kejahatan dalam hubungannya dengan poses-proses dan struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat atau yang secara khusus dikaitkan dengan unsur-unsur didalam sistem budaya.
4.             Pendekatan tipologis, yang didasarkan pada penyusunan tipologi penjahat dalam hubungannya dengan peranan sosial pelanggar hukum, tingkat identifikasi dengan kejahatan, konsepsi diri, pola persekutuan dengan orang lain yang penjahat atau yang bukan penjahat, kesinambungan dan peningkatan kualitas kejahatan, cara melakukan dan hubungan prilaku dengan unsur-unsur kepribadian serta sejauh mana kejahatan merupakan bagian dari kehidupan seseorang.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1         Definisi Kejahatan
Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.
Selain itu ada juga beberapa definisi tentang kejahatan menurut para ahli, diantaranya :
a.              Menurut B. Simandjuntak, kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
b.             Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
c.              Menurut R. Soesilo, ia membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang- undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.
d.             Menurut J.M. Bemmelem, ia memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.
e.              Menurut M.A. Elliot, ia mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya.
f.              Menurut W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan.
g.             Menurut Paul Moedikdo Moeliono, kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak).
h.             Menurut J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya Paradoks Dalam Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.
Walter C. Recless membedakan karir penjahat ke dalam penjahat biasa, penjahat berorganisasi dan penjahat profesional.
Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai organisasi.
Penjahat terorganisasi umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum.
Adapun penjahat profesional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat-penjahat jenis ini mengkhususkan diri dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan.

2.2         Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan
Tindakan kriminal bisa muncul disebabkan oleh :
a.              Faktor ekonomi.
b.             Faktor ilmu pengetahuan dan kesadaran.
c.              Faktor keamanan.
d.             Faktor  kejiwaan atau pribadi.
Berikut ini akan dijelaskan secara detail faktor penyebab mengapa tindakan kriminal bisa muncul.
·                Faktor Ekonomi
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita mendengar dan melihat di media audio visual berita tentang kasus pencurian, perampokan, penipuan dan pemalsuan uang itu merupakan contoh kriminal yang sering terjadi di Indonesia, penyebab adanya tindakan kriminal di atas, dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi yang sangat rendah, sehingga seseorang lebih cenderung menempuh jalur lain untuk memenuhi kebutuhannya, biasanya seperti melakukan pencurian, perampokan, penipuan dan pemalsuan uang serta penjualan obat terlarang seperti narkoba.
·                Faktor Keamanan
Faktor yang menyebabkan munculnya tindakan kriminal dapat kita lihat di lingkungan sekeliling kita, banyak orang ingin mencoba, mengulangi, dan mengajak orang lain untuk melakukan tindakan kriminal karena dasar keamanan yang kurang baik seperti di Indonesia misalnya, banyak kasus kasus kriminal yang belum terungkap siapa pelakunya, belum tertangkap dan ada juga yang belum divonis. Ini menunjukkan tingkat keamanan yang rendah apabila tidak ditingkatkan akan berdampak pada munculnya kasus kriminal lainnya sebagai bentuk uji coba, mengulangi atau ikut  ajakan orang.
·                Faktor Ilmu Pengetahuan dan Kesadaran
Tingkat pengetahuan seseorang dapat mencermingkan pola pikir, kelakuan atau perbuatan dan sikapnya. Orang yang melakukan tindakan kriminal adalah orang yang memiliki tingkat ilmu pengetahuan yang rendah dan kesadaran yang rendah pula. Contoh-contoh tindakan kriminal sebagai akibat oleh tingkat ilmu pengetahuan dan kesadaran yang rendah seperti tidak mematuhi peraturan lalu lintas (tidak menggunakan helm, spion, dan lain–lain).
·                Faktor Kejiwaan atau Pribadi
Tak biasa dilepaskan dari kehidupan bahwa kriminal bisa saja terjadi karena faktor pribadi, faktor pribadi yang dimaksud adalah faktor kejiwaan. Faktor penyebab tindakan kriminal ini dapat anda pahami karena contohnya kerap anda temui dijalan, itu tidak lain orang gila. Orang gila tentu saja bisa melakukan tindakan kriminal, melakukan kekerasan, sewenang-wenang terhadap orang lain biasa berupa pemukulan, pembunuhan, pelecehan dan lain-lain. Namun orang gila tentu saja anda bisa maklumi, tetapi bagaimana dengan orang yang stress? Antara sadar dan tidak sadar. Bagaimana dengan orang mabuk, apakah bisa diambil contoh sebagai faktor kejiwaan karena orang mabuk juga tidak sadar? Tidak lain jawaban anda adalah tidak karena orang mabuk tidak sadar karena pengaruh minuman beralkohol.

2.3         Tipe Kejahatan
Marshall B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada 4 karakteristik, yaitu :
a.              Karir penjahat dari si pelanggar hukum.
b.             Sejauh mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok.
c.              Hubungan timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah.
d.             Reaksi sosial terhadap kejahatan.
Tipologi kejahatan yang mereka susun adalah sebagai berikut :
a.              Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminal seperti pembunuhan dan perkosaan. Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat dan seringkali belum pemah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya, melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.
b.             Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya.
c.              Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian dari pekerjaan sehari-hari.
d.             Kejahatan politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya. Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegal itu sangat penting dalam mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat.
e.              Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai penjahat apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat, misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan terbatas.
f.              Kejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai part time-Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan. Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar.
g.             Kejahatan terorganisasi yang dapat meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta pengedaran narkotika dan sebaigainya. Pelaku yang berasal dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali bertempat tinggal di lingkungan-lingkungan pemukiman yang baik.
h.             Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga cenderung terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan ini tidak selalu keras.

2.4         Teori-Teori Kejahatan
a.              Teori Belajar Sosial
Teori Differential Association dari Sutherland, pada pokoknya, mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Kejahatan dimengerti sebagai suatu perbuatan yang dapat dipelajari melalui interaksi pelaku dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok pribadi yang intim. Proses belajar itu menyangkut teknik-teknik untuk melakukan kejahatan, motif-motif, dorongan-dorongan, sikap-sikap dan pembenaran-pembenaran argumentasi yang mendukung dilakukannya kejahatan.
b.             Teori Kontrol Sosial
Teori Kontrol Sosial menyatakan bahwa ada suatu kekuatan pemaksa di dalam masyarakat bagi setiap warganya untuk menghindari niat melanggar hukum. Dalam kaitan ini ada beberapa konsep dasar dari Kontrol Sosial yang bersifat positif, yakni Attachment, Commitment, Involvement, dan Beliefs, yang diyakini merupakan mekanisme penghalang bagi seseorang yang berniat melakukan pelanggaran hukum.
c.              Teori Label
Munculnya teori Labeling menandai mulai digunakannya metode baru untuk mengukur atau menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan. Konsep teori labeling menekankan pada dua hal, pertama, menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label, dan kedua, pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.

2.5         Contoh-Contoh Tindakan Kriminal
2.5.1   Pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum. Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya. Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara.  Akibat pembunuhan adalah kematian dengan cara yang tidak wajar. Solusi dari tindakan pembunuhan ini adalah dengan mengadili dan menghukum pelaku tindakan kriminal dengan hukuman yang seberat-beratnya.
2.5.2   Perampokan
Perampokan adalah suatu tindak kriminal dimana sang pelaku perampokan (disebut perampok) mengambil kepemilikan seseorang/sesuatu melalui tindakan kasar dan intimidasi. Perampokan kadang dibedakan dengan pencurian. Perampokan adalah tindakan pencurian yang berlangsung saat diketahui sang korban, sedangkan pencurian biasanya dianggap dilakukan saat tidak diketahui korban. Selain itu, pencurian juga digunakan sebagai istilah yang lebih umum yang merujuk kepada segala tindakan pengambil alihan sesuatu dari suatu pihak secara paksa. Perampokan biasanya disebabkan oleh keadaaan seseorang atau kelompok yang ingin memiliki harta seseorang dan mereka dalam keadaan membutuh kan barang/benda yang dirampok itu. Akibat perampokan biasanya adalah kerugian materil. Kadang tindakan perampokan juga disertai dengan kekerasan bahkan pembunuhan. Solusi dari perampokan adalah dengan mengadili pelaku tindakan perampokan dan juga dengan meningkatkan keamanan daerah yang rawan dengan perampokan. Sebenarnya tindakan ini dilakukan karna tidak tercukupinya kebutuhan hidup sehari-hari sehingga mendorong seseorang utk melakukan tindakan ini oleh sebab itu hendaknya dibangun lapangan pekerjaan yang lebih banyak lagi.
2.5.3   Mutilasi
Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan satu atau beberapa bagian tubuh (manusia) tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Dalam beberapa kasus mutilasi juga berarti memotong-motong tubuh manusia. Mutilasi biasanya disebabkan oleh dendam atau sakit hati atas sutu tindakan seseorang. Tapi dalam beberapa kasus mutilasi dilakukan oleh seseorang yang mendapatkan bayaran dari orang lain. Mutilasi mengakibatkan seseorang bisa kehilangan anggota tubuhnya. Bahkan dalam tingkat berat bisa menyebabkan kematian. Dengan menghukum seberat-beratnya pelaku dengan tujuan memberi efek jera kepada si pelaku.
2.5.4   Penganiayaan
Penganiayaan adalah tindakan yang mengakibatkan seseorang merasa tidak diperlakukan diluar batas kewajaran dengan cara menyiksa atau perbuatan yang sengaja dilakukan sehingga menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka. Dan dilakukan oleh siapapun. Penganiayaan disebabkan oleh tindakan seseorang yang didasari oleh beragam motif seperti: adanya suatu kesalahan, karna orang tersebut mempunyai masalah, dan lain-lain. Penganiayaan bisa menyebabkan seseorang mengalami cacat tubuh dan tekanan mental. Dengan melaporkan kepada pihak yang berwajib jika ada tindakan penganiayaan, lebih peka terhadap lingkungan, dan menghukum pelaku tindakan penganiayaan.
2.5.5   Penculikan
Penculikan adalah menghilangkan orang lain dengan beberapa tujuan tertentu, orang tersebut menahan orang dalam penjara palsu dan menahan korban tanpa wewenang sah. Penculikan biasanya dilakukan untuk tebusan atau untuk melanjutkan kejahatan lain, atau sehubungan dengan hak asuh anak atau sengketa.penculikan bisa juga di lakukan untuk mendapatkan uang, balas dendam, atau adanya unsur politik. Akibat penculikan adalah hilangnya seseorang dan mengakibatkan orang tersebut mengalami trauma atau paranoid jika penculikan itu disertai dengan ancaman dan bahkan penganiayaan, dalam beberapa kasus penculikan biasanya juga disertai dengan penganiayaan dan pembunuhan. Solusi dari penculikan ini antara lain dengan selalu peka dengan lingkungan sekitar, menjaga keamanan lingkungan sekitar, melaporkan kepada pihak yang berwajib jika ada tindakan penculikan, dan selalu menjaga anggota keluarga kita dari tindakan penculikan dan tindakan kriminalitas lainnya.

2.6     Dampak Tindakan Kriminal
Tindakan kriminal yang terjadi hampir diseluruh tanah air boleh dikatakan sudah menjadi sebuah  hal yang menakutkan bagi masyarakat karena dampak yang ditimbulkan sangat berpengaruh dalam berbagai bidang seperti keamanan, ekonomi, sosial dan budaya.
Dari berbagai kejadian kriminal tentu merugikan korbannya, kerugiannya bisa berupa materi (uang) atau bukan materi (nyawa). Kerugian yang berupa materi adalah dampak kriminal dalam bidang ekonomi. Ditinjau dari latar belakang munculnya tindakan kriminal kebanyakan rata-rata berasal dari faktor keuangan atau ekonomi, pelaku penculikan, perampokan, dan penipuan. Pemicunya adalah keuangan yang tidak memadai untuk kehidupan sehari-hari. Walau tidak semua kekerasan atau kriminal tidak dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi namun melainkan hal menyangkut pribadi, dendam, dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa perilaku perampokan itu merugikan, artinya tidak mendapat hasil berhubungan dengan produksi, tidak dapat juga dikatakan meningkatkan perkonomian bangsa walaupun pelaku sudah memiliki banyak uang. Itu dikarenakan uang tersebut hanya merupakan harta milik orang lain yang berpindah tangan dari masyarakat yang dirampas sehingga uang dalam jumlah keseluruhan di Indonesia tetap. Yang dimaksud meningkatkan perekonomian adalah menambah jumlah data ekonomi bangsa melalui dengan produksi yang bernilai. Jangan sampai anda keliru dalam mengartikan hal tersebut sehingga anda mengatakan bahwa kegiatan produksi uang palsu yang termasuk tindakan kejahatan atau kriminal merupakan produksi yang meningkatkan perekonomian, perlu diketahui lagi bahwa produksi uang palsu itu tidak resmi dan tidak berlaku di khalayak umum dan justru dengan banyaknya uang palsu yang beredar bisa berdampak negatif pada  nilai jual rupiah di dunia.
Dampak tindakan kriminal dalam bidang keamanan yaitu munculnya rasa takut dikalangan masyarakat, munculnya rasa ketidakyakinan masyarakat terhadap pihak keamanan khususnya Kepolisian Republik Indonesia untuk menjaga keamanan mereka, makin maraknya praktek kekerasan baik dalam rumah tangga dan lingkungan masyarakat karena banyak tindakan kriminal yang belum terselesaikan atau belum terungkap siapa pelakunya, dan ada juga belum sampai pada pemvonisan hakim. Sangat mengkhawatirkan apabila kriminal dalam negeri ini terus berkelanjutan dan berbanding terbalik dengan tingkat keamanan negara, maka tidak ada yang disalahkan kecuali seluruh warga negara Indonesia sendiri jika negeri ini akan hancur dilatarbelakangi perpecahan antar suku, agama,  sebagai akibat dari tindakan kriminal yang berkelanjutan. Sebagai pemerintah, tentu juga berpikir bagaimana cara mengatasi tindakan kriminal. Pemerintah mengambil tindakan antisipasi sebagai tekanan bagi pelaku kriminal dengan hukuman tegas yaitu berupa pidana dan perdata. Dengan terciptanya hukum-hukum baru maka dapat memberikan harapan yang lebih besar dibanding sebelumnya karena hukum yang baru sifat lebih jelas tujuannya dan terarah. Hanya terkadang kita khawatir kalau keberhasilan pembuatan hukum atau  undang-undang yang baik tidak disertaidengan pelaksanaan yang lebih baik lagi. Kelemahan kita memang masih terang pada satu titik yaitu perwujudan keadilan yang sulit tercapai akibat dari tiga hal yaitu pertama kekeluargaan (nepotisme), kedua kolusi, dan ketiga korupsi sehinggi penegakan hukum tidak tegas karena pelaku  ketiga hal di atas adalah pejabat negara. Perlu diakui bahwa bangsa Indonesia tercipta dari beberapa kerajaan yang bersatu menjadi satu kesatuan, maka tidak salah apabila dalam kehidupan ini sulit menghilangkan sifat-sifat feodalistik walaupun sekarang bukan saman kerajaan melainkan saman modernisasi. Sifat feodalistik yang merupakan evolusi saman kerajaan yang terpelihara sampai sekarang yaitu penguasa tidak dapat digugat oleh masarakat jelata. Dapat dilihat sekarang ini banyak kasus orang yang punya uang banyak seakan akan bertindak sewenang-wenang  terhadap orang miskin dengan santainya mencoba memainkan pembenaran dengan berlindung dibalik pengacara yang mengerti tentang hukum. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penguasa disini adalah orang yang punya banyak uang. Dengan uang hakim bisa menerima dengan tangan kanan dan mengantongi kantong kiri, artinya dengan uang hakim bisa memenangkan yang seharusnya kalah.   Keadaan diatas termasuk tindakan kriminal.
Tindakan kriminal juga memiliki dampak negatif dalam bidang sosial dan budaya yakni berupa minimnya rasa tenggang rasa, gotong royong, dan penyelesaian masalah secara kekeluargaan dalam kehidupan bermasyarakat, penyelesaian masalah secara kekeluargaan dalam kehidupan bermasyarakat bisa dikatakan adalah sebuah media sosial dan budaya sebelum adanya hukum. Penyelesaian masalah di zaman kerajaan antara dua kerajan dilakukan oleh petinggi kerajaan dengan cara bernegosiasi (perundingan) yang sifatnya kekerabatan atau kekeluargaan. Kita harus mengakui bahwa kita adalah mahluk sosial, mengakui bahwa  hubungan manusia dengan manusia adalah kerabat hidup yang saling membutuhkan, menutupi kelemahan, dan memperoleh kelebihan.

2.7         Upaya Mencegah Kejahatan
Sejarah kehidupan seseorang yang semasa mudanya menjadi pencuri dan perampok, menunjukkan bahwa proses kejahatan terjadi dalam dirinya dimulai dari yang ringan hingga berat, dari yang jarang menjadi sering, dari suatu hobi menjadi suatu pekerjaan, dari kejahatan yang dilakukan kelompok yang kurang terorganisir menjadi kelompok yang lebih terorganisir.
Untuk pengawasan kejahatan secara efektif kita memerlukan hukum yang berwibawa. Dipandang dari sudut perlindungan terhadap masyarakat, hukum yang bersifat ideal mengenai hukuman yang tidak ditentukan yang dapat diteruskan kepada semua pelanggar-pelanggar, misalkan setahun sampai seumur hidup dan yang diatur oleh komite yang tergolong ahli dalam sistem kepenjaraan (tahanan) akan memungkinkan penguasa-penguasa yang membawahi lembaga-lembaga untuk menangkap pelanggar-pelanggar yang berbahaya, agresif, tidak dapat diperbaiki selama jangka waktu lebih lama daripada sekarang dengan hukuman yang ditetapkan atau yang ditetapkan dengan maksimum.
N. Widiyanti dan Y. Waskita (1987:154-155) menyatakan alasan mengapa mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pencegahan sebelum kriminalitas dan penyimpangan lain dilakukan, sebagai berikut:
1.             Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokratis yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya, menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai menguci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain.
2.             Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti antara lain: stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina)., pengasingan, penderitaan tiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan social dank arena itu tidak mungkin dapat dimusnahkan sampai habis.

2.8         Kritikan Bagi Negara
1.    Tamparan Keras Bagi Agama di Indonesia
Negara kita menjadikan Tuhan sebagai prioritas utamanya. Hal ini termaktub dalam penyusunan dasar negara ini dengan menempatkan Tuhan diurutan pertama. Tak dapat disangkal, sila ini memicu tumbuhnya agama dengan subur di negeri ini sekaligus menjadi alasan menyebut negara Indonesia religius walaupun Negara kita tidak berdasarkan agama.
Bahkan, kita kerap kali mendapati masyarakat yang fanatis dengan simbol-simbol agama mereka. Apa yang salah dengan agama yang ada? Bukankah semua agama di Indonesia mengajarkan kebaikan dan tindakan kriminal adalah dosa di mata agama apalagi dimata Tuhan? Tetapi mengapa tindakan kriminal masih akrab dengan masyarakat kita? Apakah kehadiran agama hanyalah formalitas dan legalistik karena diintervensi negara?
Tanpa bermaksud mendiskreditkan agama yang ada, kita perlu menyadari bahwa jika masih ada satu kejahatan terjadi di masyarakat kita maka itu adalah tamparan yang keras bagi agama yang mengajarkan kebaikan dan kebajikan. Namun demikian, apresiasi tetap kita harus berikan kepada para pemuka agama di negeri ini yang dengan gigih memberikan pencerahan kepada semua umat agar berakhlak dan hidup lebih baik.
Sebagai umat yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tak ada jalan lain untuk membuktikan bahwa kita adalah orang yang bertaqwa selain dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan membuktikannya melalui perbuatan. Ketaatan kita kepada Sang Khalik tidak sebatas kata-kata tetapi perbuatanlah pembuktiannya.
2.    Tanggung Jawab Negara
Negara sebagai institusi dibentuk untuk bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Konstitusi negara yang mencantumkan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara (pasal 34 UUD 1945) berimplikasi bahwa negara harus bertanggung jawab melindungi rakyatnya dari bahaya laten kemiskinan yang berimbas pada tindakan kriminal. Negara tidak hanya bertanggung  jawab untuk menindak pelaku kriminal tetapi juga harus melindungi rakyatnya dari tindakan kriminal.
Sepanjang kemiskinan masih dibiarkan untuk menjajah bangsa kita, maka tindakan kriminal besar kemungkinan akan terus terjadi walaupun sistem penegakan hukum sudah tertata dengan baik. Melakukan intervensi pada masalah kriminal tidak akan pernah berjalan dengan baik jika tidak menyelesaikan penyebab utamanya. Ibarat penyakit kanker yang tidak tercabut sampai keakar-akarnya, hal ini akan menyebabkannya semakin ganas dalam perkembangan selanjutnya.
Menyelesaikan tindakan kriminal dengan tidak melakukan intervensi pada masalah kemiskinan, sama halnya melakukan tindakan yang sia-sia. Tekanan kemiskinan yang berkepanjangan dapat menyebabkan idealisme seseorang menjadi luntur apalagi jika tidak ditopang dengan nilai-nilai spritual yang baik.
John Stott, di dalam bukunya Isu-isu Global: Penilaian atas Masalah Sosial dan Moral Kontemporer, menyebutkan bahwa ada tiga jenis orang miskin berdasarkan penyebabnya yaitu: a). Miskin karena ketiadaan materi (segi ekonomi) sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan primer hal ini dipicu oleh pengangguran karena tidak memiliki lapangan pekerjaan ataupun karena kemalasan, b). Miskin karena penindasan dan ketidakadilan baik yang dilakukan negara itu sendiri ataupun pihak lain (segi sosial) dan, c). Miskin karena mempertahankan idealisme iman dan mengharapkan pertolongan semata-mata dari Tuhan (segi spritual).
Menurut John Stott, jenis kemiskinan yang menjadi penyebab munculnya perilaku kriminal adalah kemiskinan karena masalah ekonomi dan sosial. Masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan dan tempat tinggal) karena tidak memiliki penghasilan akibat tidak memiliki lapangan pekerjaan yang menghasilkan ataupun karena kemalasan cenderung akan menempuh jalan pintas dengan cara mencuri, menipu atau merampok.
Berbeda dengan kemiskinan ditinjau dari segi sosial, tindakan kriminal terjadi sebagai reaksi terhadap ketidakadilan dan penindasan yang dialami karena hak-hak mereka dieksploitasi. Dengan kata lain, tindakan kriminal dilakukan untuk menuntut hak dan keadilan.
Sedangkan, kemiskinan karena konsekuensi idealisme spritual, cenderung akan bersikap pasrah. Mereka memiliki prinsip lebih baik menderita jika itu ada dalam kehendak/seizin Tuhan dari pada kaya dengan cara-cara yang tidak benar apalagi merampas hak-hak orang lain. Mereka percaya bahwa pada akhirnya semua orang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan Sang Khalik dan akan mendapatkan ganjaran yang setimpal. Bagi dunia ini mungkin mereka miskin, tetapi bagi Tuhan mereka kaya.
Karena itu, untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal maka yang perlu dilakukan oleh negara adalah memastikan semua warga negaranya terpenuhi kebutuhannya secara primer serta menjamin tidak adanya penindasan dan ketidakadilan. Negara harus menyediakan lapangan pekerjaan dan jaminan kesejahteraan rakyatnya. Menjamin tidak adanya perampasan hak-hak rakyat karena korupsi dan penyalahgunaan keuangan negara. Memperbaiki disfungsi norma dan hukum sehingga rakyat memiliki rasa keadilan di masyarakat. Dengan demikian rakyat tidak akan menempuh jalannya sendiri (tindakan kriminal) untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi karena ketidakpercayaan terhadap penyelenggara negara. Selain itu pemerintah harus memperbaiki sistem pedidikan yang tidak hanya berfokus pada skor dan angka-angka.
Penataan negara yang baik akan mengakibatkan terciptanya kesejahteraan. Kesejahteraan akan menimbulkan rasa aman. Rasa aman akan memberikan kenyamanan untuk berkarya sebaik-baiknya untuk bangsa dan negara. Dengan demikian bangsa ini akan lepas dari tindakan kriminal yang meresakan masyarakat dan menyusahkan pemerintah.
BAB 3
PENUTUP
1.             Kesimpulan
Di zaman yang serba modern ini, banyak sekali kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Untuk mempertahankan hidupnya, kadang seseorang terpaksa melakukan suatu kejahatan. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan. Faktor mendasar yang sangat mempengaruhi adalah faktor ekonomi yang sangat rendah, sehingga seseorang cenderung menempuh jalur kejahatan untuk memenuhi kebutuhannya, contohnya pencurian, perampokan, penipuan, dan lain-lain. Faktor lain, diantaranya faktor ilmu pengetahuan dan kesadaran, faktor keamanan, dan faktor kejiwaan atau pribadi.
Kita sering melihat dan mendengar berita di televisi, bahwa banyak sekali kasus-kasus kriminal yang terjadi, diantaranya pembunuhan, perampokan, mutilasi, penganiayaan, penculikan, dan lain-lain.
Tindakan kriminal tersebut banyak sekali menimbulkan dampak. Secara garis besar, tindakan kriminal sangat merugikan korbannya, entah dalam hal kerugian materi ataupun kehilangan nyawa. Selain itu, tindakan kriminal menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat, munculnya rasa ketidakyakinan masyarakat terhadap pihak keamanan, khususnya Kepolisian Republik Indonesia. Di bidang sosial, dampak tindakan kriminal yaitu minimnya rasa tenggang rasa, gotong-royong, dan lain-lain.
Dari dampak yang sebagian kecil sudah dipaparkan di atas, tentunya kita harus berpikir bagaimana upaya mencegah kejahatan tersebut. Pertama, kita pandang dari sudut pandang hukum. Cobalah pemerintah tegakkan hukuman dan pertegas sanksi bagi para kriminil, dengan begitu, para pelaku kejahatan akan berpikir beribu kali untuk melakukan kejahatan. Kedua, pemerintah hendaknya memperhatikan ekonomi masyarakatnya, pastikan semua warga negaranya terpenuhi kebutuhan secara primer, buka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya agar tindakan kriminal bisa diminimalisir. Ketiga, untuk para pihak keamanan, tingkatkan perlindungan kepada masyarakat, menjamin tidak adanya penindasan dan ketidakadilan. Lalu yang penting adalah kepada para orang tua dan pemerintah, berikan budi pekerti yang baik kepada anak sejak dini, tanamkan rasa takwa terhadap Tuhan, dan berikan ilmu dan pengetahuan yang terbaik terhadap anak.




2.             Saran
Tindak kriminalitas yang terjadi di Indonesia, pasti banyak kritikan dari para golongan masyarakat. Untuk itu ada beberapa saran yang dapat saya simpulkan dari kesimpulan di atas, diantaranya :
a.       Untuk Pemerintah, para orang tua, dan para pemuka agama, tanamkan budi pekerti yang baik kepada anak dan masyarakat mulai dini, tanamkan rasa takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b.      Pemerintah hendaknya mempertegas hukuman dan sanksi kepada para pelanggar hukum
c.       Pemerintah dan para penegak hukum hendaknya melindungi masyarakat, memberikan rasa aman atas penindasan dan ketidakadilan
d.      Pemerintah hendaknya memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat, pastikan semua warga negara terpenuhi kebutuhan primernya, buka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya agar tindak kriminal bisa diminimalisir
e.       Untuk para orang tua, berikan ilmu pengetahuan yang terbaik untuk anak agar kedepannya mereka memiliki sudut pandang yang baik dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.  

2 komentar:

  1. maaf mau bertanya,kenapa kebanyakan pelaku kejahatan adalah pria?
    Terima Kasih

    BalasHapus
  2. maaf mau bertanya,kenapa kebanyakan pelaku kejahatan adalah pria?
    Terima Kasih

    BalasHapus