BAB 1
PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan manusia dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi menimbulkan banyak masalah sosial dan memerlukan penyesuaian terhadap
perubahan sosial. Di satu pihak
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memperlihatkan hasil yang
bermanfaat bagi kehidupan umat manusia, sedangkan di pihak lain akan melahirkan
penyakit sosial seperti timbulnya pengangguran, kesenjangan sosial yang
berdampak pada timbulnya suatu kejahatan.
Kejahatan adalah suatu perbuatan secara turun temurun dilakukan
oleh manusia dari dahulu sampai dewasa ini. Manusia melakukan perbuatan jahat, baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Tingkah laku jahat itu bisa
dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria, dapat pula pada usia
anak, dewasa, ataupun lanjut usia.
Kejahatan
bisa dilakukan secara sadar yaitu dipikirkan dan diarahkan pada suatu maksud
tertentu secara benar, namun juga bisa dilakukan secara tidak sadar. Untuk
mempertahankan hidupnya, seseorang terpaksa melakukan suatu kejahatan.
Kenyataan dewasa ini, di zaman modern ini, orang melakukan kejahatan dengan
berbagai macam cara yang serba modern, baik alat yang digunakan maupun modus
operasinya.
Ada
empat pendekatan yang pada dewasa ini masih ditempuh dalam menjelaskan latar
belakang terjadinya kejahatan, adalah :
1.
Pendekatan
biogenik, yaitu suatu pendekatan yang mencoba menjelaskan sebab atau sumber
kejahatan berdasarkan faktor-faktor dan proses biologis.
2.
Pendekatan
psikogenik, yang menekankan bahwa para pelanggar hukum memberi respons terhadap
berbagai macam tekanan psikologis serta masalah-masalah kepribadian yang
mendorong mereka untuk melakukan kejahatan.
3.
Pendekatan
sosiogenik, yang menjelaskan kejahatan dalam hubungannya dengan poses-proses
dan struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat atau yang secara khusus
dikaitkan dengan unsur-unsur didalam sistem budaya.
4.
Pendekatan
tipologis, yang didasarkan pada penyusunan tipologi penjahat dalam hubungannya
dengan peranan sosial pelanggar hukum, tingkat identifikasi dengan kejahatan,
konsepsi diri, pola persekutuan dengan orang lain yang penjahat atau yang bukan
penjahat, kesinambungan dan peningkatan kualitas kejahatan, cara melakukan dan
hubungan prilaku dengan unsur-unsur kepribadian serta sejauh mana kejahatan
merupakan bagian dari kehidupan seseorang.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Kejahatan
Diatur
dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000
tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut
dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan
terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.
Selain
itu ada juga beberapa definisi tentang kejahatan menurut para ahli, diantaranya
:
a.
Menurut
B. Simandjuntak, kejahatan merupakan suatu tindakan anti sosial yang
merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan
kegoncangan dalam masyarakat.
b.
Menurut
Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila
dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu
masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan
menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja
diberikan karena kelakuan tersebut.
c.
Menurut
R. Soesilo, ia membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan
pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian
kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-
undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan
adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga
sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman
dan ketertiban.
d.
Menurut
J.M. Bemmelem, ia memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti
sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga
dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat,
negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.
e.
Menurut
M.A. Elliot, ia mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem
dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat
dijatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya.
f.
Menurut
W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti
sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian
penderitaan.
g.
Menurut
Paul Moedikdo Moeliono, kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma
hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang
merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak).
h.
Menurut
J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya Paradoks
Dalam Kriminologi menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu,
merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas
dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif
maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat
sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai
sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang
dan waktu.
Walter C. Recless membedakan karir penjahat ke dalam penjahat
biasa, penjahat berorganisasi dan penjahat profesional.
Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka
melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian
dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai
organisasi.
Penjahat terorganisasi umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat
menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala
besar, kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan
mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum.
Adapun penjahat profesional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu
menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak
hukum. Penjahat-penjahat jenis ini mengkhususkan diri
dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada
kekerasan.
2.2
Faktor-Faktor
Penyebab Terjadinya Kejahatan
Tindakan kriminal bisa
muncul disebabkan oleh :
a.
Faktor ekonomi.
b.
Faktor ilmu pengetahuan dan kesadaran.
c.
Faktor keamanan.
d.
Faktor kejiwaan atau pribadi.
Berikut ini akan
dijelaskan secara detail faktor penyebab mengapa tindakan kriminal bisa muncul.
·
Faktor Ekonomi
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita
mendengar dan melihat di media audio visual berita tentang kasus pencurian,
perampokan, penipuan dan pemalsuan uang itu merupakan contoh kriminal yang
sering terjadi di Indonesia, penyebab adanya tindakan kriminal di atas, dilatarbelakangi
oleh faktor ekonomi yang sangat rendah, sehingga seseorang lebih cenderung
menempuh jalur lain untuk memenuhi kebutuhannya, biasanya seperti melakukan
pencurian, perampokan, penipuan dan pemalsuan uang serta penjualan obat
terlarang seperti narkoba.
·
Faktor Keamanan
Faktor yang menyebabkan
munculnya tindakan kriminal dapat kita lihat di lingkungan sekeliling kita,
banyak orang ingin mencoba, mengulangi, dan mengajak orang lain untuk melakukan
tindakan kriminal karena dasar keamanan yang kurang baik seperti di Indonesia
misalnya, banyak kasus kasus kriminal yang belum terungkap siapa pelakunya,
belum tertangkap dan ada juga yang belum divonis. Ini menunjukkan tingkat
keamanan yang rendah apabila tidak ditingkatkan akan berdampak pada munculnya
kasus kriminal lainnya sebagai bentuk uji coba, mengulangi atau ikut
ajakan orang.
·
Faktor Ilmu Pengetahuan dan Kesadaran
Tingkat pengetahuan
seseorang dapat mencermingkan pola pikir, kelakuan atau perbuatan dan sikapnya. Orang yang melakukan
tindakan kriminal adalah orang yang memiliki tingkat ilmu pengetahuan yang
rendah dan kesadaran yang rendah pula. Contoh-contoh tindakan kriminal sebagai akibat oleh tingkat ilmu pengetahuan dan
kesadaran yang rendah seperti tidak mematuhi peraturan lalu lintas (tidak
menggunakan helm, spion, dan lain–lain).
·
Faktor Kejiwaan atau Pribadi
Tak biasa dilepaskan
dari kehidupan bahwa kriminal bisa saja terjadi karena faktor pribadi, faktor
pribadi yang dimaksud adalah faktor kejiwaan. Faktor penyebab tindakan kriminal
ini dapat anda pahami karena contohnya kerap anda temui dijalan, itu tidak lain
orang gila. Orang gila tentu saja bisa melakukan tindakan kriminal, melakukan
kekerasan, sewenang-wenang terhadap orang lain biasa berupa pemukulan, pembunuhan, pelecehan
dan lain-lain. Namun orang gila
tentu saja anda bisa maklumi, tetapi bagaimana dengan orang yang stress? Antara sadar dan tidak sadar.
Bagaimana dengan orang mabuk, apakah bisa diambil contoh sebagai faktor
kejiwaan karena orang mabuk juga tidak sadar? Tidak lain jawaban anda adalah
tidak karena orang mabuk tidak sadar karena pengaruh minuman beralkohol.
2.3
Tipe
Kejahatan
Marshall
B. Clinard dan
Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada 4
karakteristik, yaitu :
a.
Karir
penjahat dari si pelanggar hukum.
b.
Sejauh
mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok.
c.
Hubungan
timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah.
d.
Reaksi
sosial terhadap kejahatan.
Tipologi
kejahatan yang mereka susun adalah sebagai berikut :
a.
Kejahatan
perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminal
seperti pembunuhan dan perkosaan. Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai
penjahat dan seringkali belum pemah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya,
melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.
b.
Kejahatan
terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya antara
lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya
sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya.
c.
Kejahatan
yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya
dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya
sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian
dari pekerjaan sehari-hari.
d.
Kejahatan
politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya. Pelaku
melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegal itu sangat penting dalam
mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat.
e.
Kejahatan
terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai penjahat
apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat,
misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat
informal dan terbatas.
f.
Kejahatan
konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian
terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai part
time-Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan.
Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam
hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah
dilanggar.
g.
Kejahatan
terorganisasi yang dapat meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian
terorganisasi serta pengedaran narkotika dan sebaigainya. Pelaku yang berasal
dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai
hubungan dengan kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas,
sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan
bahkan seringkali bertempat tinggal di lingkungan-lingkungan pemukiman yang
baik.
h.
Kejahatan
profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang
diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta
mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga cenderung
terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat. Reaksi
masyarakat terhadap kejahatan ini tidak selalu keras.
2.4
Teori-Teori
Kejahatan
a.
Teori Belajar
Sosial
Teori Differential Association dari Sutherland, pada pokoknya,
mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola
kejahatan. Kejahatan dimengerti sebagai suatu perbuatan yang dapat dipelajari
melalui interaksi pelaku dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok
pribadi yang intim. Proses belajar itu menyangkut teknik-teknik untuk melakukan
kejahatan, motif-motif, dorongan-dorongan, sikap-sikap dan
pembenaran-pembenaran argumentasi yang mendukung dilakukannya kejahatan.
b.
Teori Kontrol
Sosial
Teori Kontrol Sosial menyatakan bahwa ada suatu kekuatan pemaksa di dalam
masyarakat bagi setiap warganya untuk menghindari niat melanggar hukum. Dalam
kaitan ini ada beberapa konsep dasar dari Kontrol Sosial yang bersifat positif,
yakni Attachment, Commitment, Involvement, dan Beliefs,
yang diyakini merupakan mekanisme penghalang bagi seseorang yang berniat
melakukan pelanggaran hukum.
c.
Teori Label
Munculnya teori Labeling menandai mulai digunakannya metode baru untuk
mengukur atau menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran
kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap
kejahatan dan pelaku kejahatan. Konsep teori labeling menekankan pada dua hal,
pertama, menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu
diberi label, dan kedua, pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi
dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.
2.5
Contoh-Contoh Tindakan
Kriminal
2.5.1 Pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu
tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum. Pembunuhan
biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik,
kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya. Pembunuhan dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Akibat pembunuhan
adalah kematian dengan cara yang tidak wajar.
Solusi dari tindakan pembunuhan ini adalah dengan mengadili dan
menghukum pelaku tindakan kriminal dengan hukuman yang seberat-beratnya.
2.5.2 Perampokan
Perampokan adalah suatu tindak kriminal dimana
sang pelaku perampokan (disebut perampok) mengambil kepemilikan
seseorang/sesuatu melalui tindakan kasar dan intimidasi. Perampokan kadang
dibedakan dengan pencurian. Perampokan adalah tindakan pencurian
yang berlangsung saat diketahui sang korban, sedangkan pencurian biasanya
dianggap dilakukan saat tidak diketahui korban. Selain itu, pencurian juga
digunakan sebagai istilah yang lebih umum yang merujuk kepada segala tindakan
pengambil alihan sesuatu dari suatu pihak secara
paksa. Perampokan biasanya disebabkan oleh
keadaaan seseorang atau kelompok yang ingin memiliki harta seseorang dan mereka
dalam keadaan membutuh kan barang/benda yang dirampok itu. Akibat perampokan
biasanya adalah kerugian materil. Kadang tindakan perampokan juga disertai
dengan kekerasan bahkan pembunuhan. Solusi dari perampokan adalah dengan
mengadili pelaku tindakan perampokan dan juga dengan meningkatkan keamanan
daerah yang rawan dengan perampokan. Sebenarnya tindakan ini dilakukan karna
tidak tercukupinya kebutuhan hidup sehari-hari sehingga mendorong seseorang utk
melakukan tindakan ini oleh sebab itu hendaknya dibangun lapangan pekerjaan
yang lebih banyak lagi.
2.5.3 Mutilasi
Mutilasi adalah aksi yang menyebabkan satu atau
beberapa bagian tubuh (manusia) tidak dapat bekerja
sebagaimana mestinya. Dalam beberapa kasus mutilasi juga berarti memotong-motong tubuh
manusia. Mutilasi biasanya disebabkan
oleh dendam atau sakit hati atas sutu tindakan seseorang. Tapi dalam beberapa
kasus mutilasi dilakukan oleh seseorang yang mendapatkan bayaran dari orang
lain. Mutilasi mengakibatkan seseorang bisa kehilangan anggota tubuhnya. Bahkan dalam tingkat berat bisa
menyebabkan kematian. Dengan menghukum seberat-beratnya pelaku dengan
tujuan memberi efek jera kepada si pelaku.
2.5.4 Penganiayaan
Penganiayaan adalah tindakan
yang mengakibatkan seseorang merasa tidak diperlakukan diluar batas kewajaran
dengan cara menyiksa atau perbuatan yang sengaja dilakukan sehingga menyebabkan
perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka. Dan dilakukan oleh
siapapun. Penganiayaan
disebabkan oleh tindakan seseorang yang didasari oleh beragam motif seperti: adanya
suatu kesalahan, karna orang tersebut mempunyai masalah, dan lain-lain. Penganiayaan
bisa menyebabkan seseorang mengalami cacat tubuh dan tekanan mental. Dengan melaporkan kepada pihak yang
berwajib jika ada tindakan penganiayaan, lebih peka terhadap lingkungan, dan
menghukum pelaku tindakan penganiayaan.
2.5.5 Penculikan
Penculikan adalah menghilangkan orang
lain dengan beberapa tujuan tertentu, orang tersebut menahan orang dalam
penjara palsu dan menahan korban tanpa wewenang sah. Penculikan biasanya dilakukan untuk
tebusan atau untuk melanjutkan kejahatan lain, atau sehubungan dengan hak asuh
anak atau sengketa.penculikan bisa juga di lakukan untuk mendapatkan uang, balas dendam, atau adanya unsur politik. Akibat penculikan adalah
hilangnya seseorang dan mengakibatkan orang tersebut mengalami trauma atau
paranoid jika penculikan itu disertai dengan ancaman dan bahkan penganiayaan,
dalam beberapa kasus penculikan biasanya juga disertai dengan penganiayaan dan
pembunuhan. Solusi dari penculikan ini antara lain dengan selalu
peka dengan lingkungan sekitar, menjaga keamanan lingkungan sekitar, melaporkan
kepada pihak yang berwajib jika ada tindakan penculikan, dan selalu menjaga
anggota keluarga kita dari tindakan penculikan dan tindakan kriminalitas
lainnya.
2.6 Dampak Tindakan Kriminal
Tindakan
kriminal yang terjadi hampir diseluruh tanah air boleh dikatakan sudah menjadi
sebuah hal yang menakutkan bagi masyarakat karena dampak yang ditimbulkan
sangat berpengaruh dalam berbagai bidang seperti keamanan, ekonomi, sosial dan
budaya.
Dari berbagai kejadian
kriminal tentu merugikan korbannya, kerugiannya bisa berupa materi (uang) atau
bukan materi (nyawa). Kerugian yang berupa materi adalah dampak kriminal dalam bidang ekonomi.
Ditinjau dari latar belakang munculnya tindakan kriminal kebanyakan rata-rata
berasal dari faktor keuangan atau ekonomi, pelaku penculikan, perampokan, dan
penipuan. Pemicunya adalah
keuangan yang tidak memadai untuk kehidupan sehari-hari. Walau tidak semua
kekerasan atau kriminal tidak dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi namun
melainkan hal menyangkut pribadi, dendam, dan lain-lain. Perlu diketahui
bahwa perilaku perampokan itu merugikan, artinya tidak mendapat hasil
berhubungan dengan produksi, tidak dapat juga dikatakan meningkatkan
perkonomian bangsa walaupun pelaku sudah memiliki banyak uang. Itu dikarenakan
uang tersebut hanya merupakan harta milik orang lain yang berpindah tangan dari
masyarakat yang dirampas sehingga uang dalam jumlah keseluruhan di Indonesia
tetap. Yang dimaksud meningkatkan perekonomian adalah menambah jumlah data
ekonomi bangsa melalui dengan produksi yang bernilai. Jangan sampai anda keliru
dalam mengartikan hal tersebut sehingga anda mengatakan bahwa kegiatan produksi
uang palsu yang termasuk tindakan kejahatan atau kriminal merupakan produksi
yang meningkatkan perekonomian, perlu diketahui lagi bahwa produksi uang palsu itu tidak resmi
dan tidak berlaku di khalayak umum dan justru dengan banyaknya uang palsu yang
beredar bisa berdampak negatif pada nilai jual rupiah di dunia.
Dampak
tindakan kriminal dalam bidang keamanan yaitu munculnya rasa takut dikalangan
masyarakat, munculnya rasa ketidakyakinan masyarakat terhadap pihak keamanan
khususnya Kepolisian Republik Indonesia untuk menjaga keamanan mereka, makin
maraknya praktek kekerasan baik dalam rumah tangga dan lingkungan masyarakat
karena banyak tindakan kriminal yang belum terselesaikan atau belum terungkap
siapa pelakunya, dan ada juga belum sampai pada pemvonisan hakim. Sangat
mengkhawatirkan apabila kriminal dalam negeri ini terus berkelanjutan dan
berbanding terbalik dengan tingkat keamanan negara, maka tidak ada yang
disalahkan kecuali seluruh warga negara Indonesia sendiri jika negeri ini akan
hancur dilatarbelakangi perpecahan antar suku, agama, sebagai akibat dari
tindakan kriminal yang berkelanjutan. Sebagai pemerintah, tentu juga berpikir
bagaimana cara mengatasi tindakan kriminal. Pemerintah mengambil tindakan antisipasi sebagai tekanan
bagi pelaku kriminal dengan hukuman tegas yaitu berupa pidana dan perdata. Dengan terciptanya hukum-hukum baru maka dapat
memberikan harapan yang lebih besar dibanding sebelumnya karena hukum yang baru
sifat lebih jelas tujuannya dan terarah. Hanya terkadang kita khawatir kalau
keberhasilan pembuatan hukum atau undang-undang yang baik tidak disertaidengan pelaksanaan yang lebih baik lagi.
Kelemahan kita memang masih terang pada satu titik yaitu perwujudan keadilan
yang sulit tercapai akibat dari tiga hal yaitu pertama kekeluargaan
(nepotisme), kedua kolusi, dan ketiga korupsi sehinggi penegakan hukum tidak
tegas karena pelaku ketiga hal di atas adalah pejabat negara. Perlu diakui
bahwa bangsa Indonesia tercipta dari beberapa kerajaan yang bersatu menjadi
satu kesatuan, maka tidak salah apabila dalam kehidupan ini sulit menghilangkan
sifat-sifat feodalistik
walaupun sekarang bukan saman kerajaan melainkan saman modernisasi. Sifat feodalistik yang
merupakan evolusi saman kerajaan yang terpelihara sampai sekarang yaitu
penguasa tidak dapat digugat oleh masarakat jelata. Dapat dilihat sekarang ini
banyak kasus orang yang punya uang banyak seakan akan bertindak sewenang-wenang terhadap
orang miskin dengan santainya mencoba memainkan pembenaran dengan berlindung
dibalik pengacara yang mengerti tentang hukum. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan penguasa disini adalah orang yang punya banyak uang. Dengan uang hakim bisa menerima
dengan tangan kanan dan mengantongi kantong kiri, artinya dengan uang hakim
bisa memenangkan yang seharusnya kalah. Keadaan diatas termasuk
tindakan kriminal.
Tindakan
kriminal juga memiliki dampak negatif dalam bidang sosial dan budaya yakni
berupa minimnya rasa tenggang rasa, gotong royong, dan penyelesaian masalah
secara kekeluargaan dalam kehidupan bermasyarakat, penyelesaian masalah secara
kekeluargaan dalam kehidupan bermasyarakat bisa dikatakan adalah sebuah media
sosial dan budaya sebelum adanya hukum. Penyelesaian masalah di zaman kerajaan
antara dua kerajan dilakukan oleh petinggi kerajaan dengan cara bernegosiasi
(perundingan) yang sifatnya kekerabatan atau kekeluargaan. Kita harus mengakui bahwa kita adalah mahluk sosial, mengakui bahwa
hubungan manusia dengan manusia adalah kerabat hidup yang saling membutuhkan,
menutupi kelemahan, dan memperoleh kelebihan.
2.7
Upaya
Mencegah Kejahatan
Sejarah kehidupan seseorang yang semasa mudanya
menjadi pencuri dan perampok, menunjukkan bahwa proses kejahatan terjadi dalam
dirinya dimulai dari yang ringan hingga berat, dari yang jarang menjadi sering,
dari suatu hobi menjadi suatu pekerjaan, dari kejahatan yang dilakukan kelompok
yang kurang terorganisir menjadi kelompok yang lebih terorganisir.
Untuk pengawasan kejahatan secara efektif kita
memerlukan hukum yang berwibawa. Dipandang dari sudut perlindungan terhadap
masyarakat, hukum yang bersifat ideal mengenai hukuman yang tidak ditentukan
yang dapat diteruskan kepada semua pelanggar-pelanggar, misalkan setahun sampai
seumur hidup dan yang diatur oleh komite yang tergolong ahli dalam sistem
kepenjaraan (tahanan) akan memungkinkan penguasa-penguasa yang membawahi
lembaga-lembaga untuk menangkap pelanggar-pelanggar yang berbahaya, agresif,
tidak dapat diperbaiki selama jangka waktu lebih lama daripada sekarang dengan
hukuman yang ditetapkan atau yang ditetapkan dengan maksimum.
N. Widiyanti dan Y. Waskita (1987:154-155) menyatakan alasan mengapa
mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pencegahan sebelum kriminalitas dan
penyimpangan lain dilakukan, sebagai berikut:
1.
Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan
koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit
dan birokratis yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha
pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan
rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak
diperlukan banyak tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut
perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan dan tidak
selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi.
Misalnya, menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai
menguci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain.
2.
Usaha
pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti antara lain:
stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina)., pengasingan,
penderitaan tiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan social
dank arena itu tidak mungkin dapat dimusnahkan sampai habis.
2.8
Kritikan Bagi
Negara
1.
Tamparan Keras
Bagi Agama di Indonesia
Negara kita menjadikan
Tuhan sebagai prioritas utamanya. Hal ini termaktub dalam penyusunan dasar
negara ini dengan menempatkan Tuhan diurutan pertama. Tak dapat disangkal, sila
ini memicu tumbuhnya agama dengan subur di negeri ini sekaligus menjadi alasan
menyebut negara Indonesia religius walaupun Negara kita tidak berdasarkan
agama.
Bahkan, kita kerap
kali mendapati masyarakat yang fanatis dengan simbol-simbol agama mereka. Apa
yang salah dengan agama yang ada? Bukankah semua agama di Indonesia mengajarkan
kebaikan dan tindakan kriminal adalah dosa di mata agama apalagi dimata Tuhan? Tetapi
mengapa tindakan kriminal masih akrab dengan masyarakat kita? Apakah kehadiran
agama hanyalah formalitas dan legalistik karena diintervensi negara?
Tanpa bermaksud
mendiskreditkan agama yang ada, kita perlu menyadari bahwa jika masih ada satu
kejahatan terjadi di masyarakat kita maka itu adalah tamparan yang keras bagi
agama yang mengajarkan kebaikan dan kebajikan. Namun demikian, apresiasi tetap kita harus berikan kepada para pemuka agama di negeri
ini yang dengan gigih memberikan pencerahan kepada semua umat agar berakhlak
dan hidup lebih baik.
Sebagai umat
yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tak ada jalan lain untuk membuktikan
bahwa kita adalah orang yang bertaqwa selain dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan membuktikannya melalui perbuatan. Ketaatan kita kepada
Sang Khalik tidak sebatas kata-kata tetapi perbuatanlah pembuktiannya.
2.
Tanggung
Jawab Negara
Negara sebagai institusi dibentuk untuk bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan rakyatnya. Konstitusi negara yang mencantumkan fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara (pasal 34
UUD 1945) berimplikasi bahwa negara harus bertanggung jawab melindungi rakyatnya
dari bahaya laten kemiskinan yang berimbas pada tindakan kriminal. Negara tidak
hanya bertanggung jawab untuk menindak pelaku kriminal tetapi juga harus melindungi
rakyatnya dari tindakan kriminal.
Sepanjang
kemiskinan masih dibiarkan untuk menjajah bangsa kita, maka tindakan kriminal
besar kemungkinan akan terus terjadi walaupun sistem penegakan hukum sudah
tertata dengan baik. Melakukan intervensi pada masalah kriminal tidak akan
pernah berjalan dengan baik jika tidak menyelesaikan penyebab utamanya. Ibarat
penyakit kanker yang tidak tercabut sampai keakar-akarnya, hal ini akan
menyebabkannya semakin ganas dalam perkembangan selanjutnya.
Menyelesaikan
tindakan kriminal dengan tidak melakukan intervensi pada masalah kemiskinan,
sama halnya melakukan tindakan yang sia-sia. Tekanan kemiskinan yang
berkepanjangan dapat menyebabkan idealisme seseorang menjadi luntur apalagi
jika tidak ditopang dengan nilai-nilai spritual yang baik.
John Stott, di dalam bukunya Isu-isu
Global: Penilaian atas Masalah Sosial dan Moral Kontemporer, menyebutkan
bahwa ada tiga jenis orang miskin berdasarkan penyebabnya yaitu: a). Miskin karena
ketiadaan materi (segi ekonomi) sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan primer
hal ini dipicu oleh pengangguran karena tidak memiliki lapangan pekerjaan
ataupun karena kemalasan, b). Miskin karena penindasan dan ketidakadilan baik
yang dilakukan negara itu sendiri ataupun pihak lain (segi sosial) dan, c).
Miskin karena mempertahankan idealisme iman dan mengharapkan pertolongan
semata-mata dari Tuhan (segi spritual).
Menurut John
Stott, jenis kemiskinan yang menjadi penyebab munculnya perilaku kriminal
adalah kemiskinan karena masalah ekonomi dan sosial. Masyarakat yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan dan tempat tinggal) karena
tidak memiliki penghasilan akibat tidak memiliki lapangan pekerjaan yang
menghasilkan ataupun karena kemalasan cenderung akan menempuh jalan pintas
dengan cara mencuri, menipu atau merampok.
Berbeda dengan
kemiskinan ditinjau dari segi sosial, tindakan kriminal terjadi sebagai reaksi
terhadap ketidakadilan dan penindasan yang dialami karena hak-hak mereka
dieksploitasi. Dengan kata lain, tindakan kriminal dilakukan untuk menuntut hak
dan keadilan.
Sedangkan,
kemiskinan karena konsekuensi idealisme spritual, cenderung akan bersikap
pasrah. Mereka memiliki prinsip lebih baik menderita jika itu ada dalam
kehendak/seizin Tuhan dari pada kaya dengan cara-cara yang tidak benar apalagi
merampas hak-hak orang lain. Mereka percaya bahwa pada akhirnya semua orang
akan mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan Sang Khalik dan akan
mendapatkan ganjaran yang setimpal. Bagi dunia ini mungkin mereka miskin,
tetapi bagi Tuhan mereka kaya.
Karena itu,
untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal maka yang perlu dilakukan oleh
negara adalah memastikan semua warga negaranya terpenuhi kebutuhannya secara
primer serta menjamin tidak adanya penindasan dan ketidakadilan. Negara harus
menyediakan lapangan pekerjaan dan jaminan kesejahteraan rakyatnya. Menjamin
tidak adanya perampasan hak-hak rakyat karena korupsi dan penyalahgunaan
keuangan negara. Memperbaiki disfungsi norma dan hukum sehingga rakyat memiliki
rasa keadilan di masyarakat. Dengan demikian rakyat tidak akan menempuh
jalannya sendiri (tindakan kriminal) untuk menyelesaikan masalah yang mereka
hadapi karena ketidakpercayaan terhadap penyelenggara negara. Selain itu
pemerintah harus memperbaiki sistem pedidikan yang tidak hanya berfokus pada
skor dan angka-angka.
Penataan negara
yang baik akan mengakibatkan terciptanya kesejahteraan. Kesejahteraan akan
menimbulkan rasa aman. Rasa aman akan memberikan kenyamanan untuk berkarya
sebaik-baiknya untuk bangsa dan negara. Dengan demikian bangsa ini akan lepas
dari tindakan kriminal yang meresakan masyarakat dan menyusahkan pemerintah.
BAB 3
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Di zaman yang serba modern ini, banyak sekali
kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Untuk mempertahankan hidupnya, kadang
seseorang terpaksa melakukan suatu kejahatan. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya kejahatan. Faktor mendasar yang sangat mempengaruhi adalah faktor
ekonomi yang sangat rendah, sehingga seseorang cenderung menempuh jalur
kejahatan untuk memenuhi kebutuhannya, contohnya pencurian, perampokan,
penipuan, dan lain-lain. Faktor lain, diantaranya faktor ilmu pengetahuan dan
kesadaran, faktor keamanan, dan faktor kejiwaan atau pribadi.
Kita sering melihat dan mendengar berita di
televisi, bahwa banyak sekali kasus-kasus kriminal yang terjadi, diantaranya
pembunuhan, perampokan, mutilasi, penganiayaan, penculikan, dan lain-lain.
Tindakan kriminal tersebut banyak sekali menimbulkan
dampak. Secara garis besar, tindakan kriminal sangat merugikan korbannya, entah
dalam hal kerugian materi ataupun kehilangan nyawa. Selain itu, tindakan
kriminal menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat, munculnya rasa
ketidakyakinan masyarakat terhadap pihak keamanan, khususnya Kepolisian
Republik Indonesia. Di bidang sosial, dampak tindakan kriminal yaitu minimnya
rasa tenggang rasa, gotong-royong, dan lain-lain.
Dari dampak yang sebagian kecil sudah dipaparkan di atas,
tentunya kita harus berpikir bagaimana upaya mencegah kejahatan tersebut.
Pertama, kita pandang dari sudut pandang hukum. Cobalah pemerintah tegakkan
hukuman dan pertegas sanksi bagi para kriminil, dengan begitu, para pelaku
kejahatan akan berpikir beribu kali untuk melakukan kejahatan. Kedua,
pemerintah hendaknya memperhatikan ekonomi masyarakatnya, pastikan semua warga
negaranya terpenuhi kebutuhan secara primer, buka lapangan pekerjaan
sebanyak-banyaknya agar tindakan kriminal bisa diminimalisir. Ketiga, untuk
para pihak keamanan, tingkatkan perlindungan kepada masyarakat, menjamin tidak
adanya penindasan dan ketidakadilan. Lalu yang penting adalah kepada para orang
tua dan pemerintah, berikan budi pekerti yang baik kepada anak sejak dini,
tanamkan rasa takwa terhadap Tuhan, dan berikan ilmu dan pengetahuan yang
terbaik terhadap anak.
2.
Saran
Tindak kriminalitas yang terjadi di Indonesia, pasti banyak kritikan dari
para golongan masyarakat. Untuk itu ada beberapa saran yang dapat saya
simpulkan dari kesimpulan di atas, diantaranya :
a.
Untuk Pemerintah, para orang tua, dan para pemuka agama,
tanamkan budi pekerti yang baik kepada anak dan masyarakat mulai dini, tanamkan
rasa takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b.
Pemerintah hendaknya mempertegas hukuman dan sanksi
kepada para pelanggar hukum
c.
Pemerintah dan para penegak hukum hendaknya melindungi
masyarakat, memberikan rasa aman atas penindasan dan ketidakadilan
d.
Pemerintah hendaknya memperhatikan kondisi ekonomi
masyarakat, pastikan semua warga negara terpenuhi kebutuhan primernya, buka
lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya agar tindak kriminal bisa diminimalisir
e.
Untuk para orang tua, berikan ilmu pengetahuan yang
terbaik untuk anak agar kedepannya mereka memiliki sudut pandang yang baik
dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
maaf mau bertanya,kenapa kebanyakan pelaku kejahatan adalah pria?
BalasHapusTerima Kasih
maaf mau bertanya,kenapa kebanyakan pelaku kejahatan adalah pria?
BalasHapusTerima Kasih